Senin, 22 Oktober 2012



Badan Atletis pada Remaja Pria

5/2/2012 | Baca : 2378 | Komentar : 0 Penekanan pada penampilan fisik sejak dini lekat dengan kehidupan anak-anak perempuan. Bentuk tubuh sempurna Barbie sudah menjadi standar yang dianggap cantik oleh anak perempuan.

Ternyata, mengutamakan penampilan fisik tak hanya dominasi kaum hawa. Remaja pria pun semakin banyak yang mengalami gangguan pola makan demi tubuh sempurna.

The National Eating Disorder Association AS melaporkan bahwa satu juta kaum adam menderita gangguan makan. Tetapi hanya 10 persen dari mereka yang mencari pengobatan.

Tekanan keluarga, sosial, dan tekanan dari teman merupakan faktor yang dapat menyebabkan kebiasaan makan yang tidak sehat pada pria. Sebagian remaja pria ingin berusaha tampil seperti karakter action figure dengan tubuh berotot, atletis, dan menarik.

Beberapa peneliti percaya bahwa action figure seperti G.I. Joe, mempromosikan fisik yang terlalu berotot, sesuatu yang erat berhubungan dengan maskulinitas tinggi. Beberapa olahraga, seperti senam dan menyelam, juga mengharapkan tipe tubuh tertentu.

Penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut menyebabkan banyak remaja mengonsumsi suplemen, demi memperbaiki masalah internal mereka: ketidakpuasan pada tubuh. Mereka juga berolahraga secara berlebihan dan terlibat perilaku maladaptif lainnya untuk mengelola berat badan, termasuk membatasi makan, dan pesta minuman keras.

Penggunaan suplemen makanan dan diet kerap dilakukan. Namun, banyak yang tidak mempertimbangkan dampak bahaya dari kebiasaan tersebut. Antara lain kenaikan berat badan yang berhubungan dengan retensi air, kram otot, dehidrasi, muntah, pusing, dan diare. Dalam kasus ekstrim, suplemen juga dapat menyebabkan gagal ginjal.

Sebuah kasus di AS menyebutkan seorang remaja harus menjalani transplantasi ginjal karena mengasup suplemen protein dan kreatin secara berlebihan.

Namun, tidak berarti semua suplemen itu buruk. Hanya, mengingat efek sampingnya yang cukup serius, perlu berkonsultasi dengan dokter sebelum mengambil keputusan untuk mengonsumsinya.

Sama seperti stigma yang melekat dengan wanita dan gangguan makan, para pria juga mesti waspada. Banyak pria merasa sangat sulit mencari bantuan karena mereka merasa tidak nyaman, malu, atau risih jika orang tahu mereka mengidap gangguan makan.

Dalam masyarakat, pria selalu diharapkan untuk menjadi yang terkuat, mereka mungkin merasa lemah untuk mengakui bahwa mereka memiliki penyakit. Padahal, rasa malu dapat menghalangi mereka dari mencari bantuan. Medis dan psikiatris juga harus berperan dalam membantu gangguan makan pada laki-laki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar