Jakarta - Banjir yang melanda DKI Jakarta dan
sekitarnya cukup berdampak negatif terhadap perekonomian. Beberapa
analis menyampaikan sekitar Rp 5 miliar per jam kerugian yang harus
ditanggung seluruh masyarakat.
Siapa yang harus disalahkan dan
bertanggung jawab? Ekonom Dradjad Wibowo mengatakan, banjir pada
dasarnya memang merupakan bencana alam. Namun terlalu banyak diskusi
tanpa langkah konkrit dalam mengantisipasinya.
"Untuk mengatasi
banjir, dan juga macet di Jakarta, kita terlalu banyak konsep dan
diskusi. Sementara langkah aksi-nya jauh dari memadai," ungkapnya ketika
berbincang dengan
detikFinance, Jumat (18/1/2013).
Nanti
setelah banjir reda, Dradjad mengatakan baik pemerintah maupun
masyarakat sudah lupa dan lalai lagi untuk mengatasi banjir.
"Jadi jangan hanya salahkan pemerintah pusat dan DKI saja, kita sebagai masyarakat juga ikut bertanggung jawab," tegas Dradjad.
Jika
dilihat sumber air banjir di Jakarta, Ia mengatakan setidaknya ada tiga
sebab. Pertama, hujan di Jakarta sendiri, kiriman dari Bogor dan
sekitarnya, serta rob dari laut.
"Tahun 2013 ini, kiriman dari
Bogor tak separah 2007. Curah hujan Bogor Puncak hanya sekitar 100 mm,
sementara 2007 sempat mencapai 340 mm. Jadi hanya sepertiganya,"
jelasnya.
"Curah hujan di Jakarta sendiri paling tinggi 125 mm
posisi kemarin. Masih jauh dari level 200-250 tahun 2007. Semntara rob
dari laut tidak signifikan tahun ini. Artinya, alam menggelontorkan air
yang sangat jauh di bawah 2007, tapi secara visual banjir 2013 lumayan
parah," imbuh Politisi PAN ini.
Pada intinya, lanjut Dradjad,
solusinya lebih kepada kebersamaan bagaimana pemerintah pusat,
pemerintah DKI sekitarnya serta masyarakat bekerja sama mengatasi
banjir.
Kerjasama sebagai satu bangsa Indonesia ini yang menurut Dradjad tidak jalan.
"Kita
semua terjebak ego masing-masing. Contohlah Yayasan Budha Tzu Chi yang
berhasil memindahkan masyarakat di bantaran sungai ke apartemen murah
yang jauh lebih layak huni," tuturnya.
Ini konsep besar, menurut
Dradjad memindahkan ribuan kepala keluarga di bantaran sungai ke
apartemen murah dan sekaligus memberdayakan ekonomi masyarakat bisa
menjadi solusi.
DKI Jakarta perlu kerjasama yang lebih banyak
seperti ini untuk membangun waduk raksasa dan danau-danau kecil
penampung air, melebarkan dan membersihkan sungai serta saluran air,
membangun lebih banyak hunian vertikal, mengurangi izin
landed houses yang banyak menyita resapan air, membangun dinding laut penahan rob dan sebagainya.
"Semua
konsep itu nilai ekonomi dan ekologisnya tinggi. Tapi kerjasama antar
kita yang sangat minim," tutup Wakil Ketua Umum PAN ini.
(dru/dnl)
Jakarta - Banjir yang melanda DKI Jakarta dan
sekitarnya cukup berdampak negatif terhadap perekonomian. Beberapa
analis menyampaikan sekitar Rp 5 miliar per jam kerugian yang harus
ditanggung seluruh masyarakat.
Siapa yang harus disalahkan dan
bertanggung jawab? Ekonom Dradjad Wibowo mengatakan, banjir pada
dasarnya memang merupakan bencana alam. Namun terlalu banyak diskusi
tanpa langkah konkrit dalam mengantisipasinya.
"Untuk mengatasi
banjir, dan juga macet di Jakarta, kita terlalu banyak konsep dan
diskusi. Sementara langkah aksi-nya jauh dari memadai," ungkapnya ketika
berbincang dengan
detikFinance, Jumat (18/1/2013).
Nanti
setelah banjir reda, Dradjad mengatakan baik pemerintah maupun
masyarakat sudah lupa dan lalai lagi untuk mengatasi banjir.
"Jadi jangan hanya salahkan pemerintah pusat dan DKI saja, kita sebagai masyarakat juga ikut bertanggung jawab," tegas Dradjad.
Jika
dilihat sumber air banjir di Jakarta, Ia mengatakan setidaknya ada tiga
sebab. Pertama, hujan di Jakarta sendiri, kiriman dari Bogor dan
sekitarnya, serta rob dari laut.
"Tahun 2013 ini, kiriman dari
Bogor tak separah 2007. Curah hujan Bogor Puncak hanya sekitar 100 mm,
sementara 2007 sempat mencapai 340 mm. Jadi hanya sepertiganya,"
jelasnya.
"Curah hujan di Jakarta sendiri paling tinggi 125 mm
posisi kemarin. Masih jauh dari level 200-250 tahun 2007. Semntara rob
dari laut tidak signifikan tahun ini. Artinya, alam menggelontorkan air
yang sangat jauh di bawah 2007, tapi secara visual banjir 2013 lumayan
parah," imbuh Politisi PAN ini.
Pada intinya, lanjut Dradjad,
solusinya lebih kepada kebersamaan bagaimana pemerintah pusat,
pemerintah DKI sekitarnya serta masyarakat bekerja sama mengatasi
banjir.
Kerjasama sebagai satu bangsa Indonesia ini yang menurut Dradjad tidak jalan.
"Kita
semua terjebak ego masing-masing. Contohlah Yayasan Budha Tzu Chi yang
berhasil memindahkan masyarakat di bantaran sungai ke apartemen murah
yang jauh lebih layak huni," tuturnya.
Ini konsep besar, menurut
Dradjad memindahkan ribuan kepala keluarga di bantaran sungai ke
apartemen murah dan sekaligus memberdayakan ekonomi masyarakat bisa
menjadi solusi.
DKI Jakarta perlu kerjasama yang lebih banyak
seperti ini untuk membangun waduk raksasa dan danau-danau kecil
penampung air, melebarkan dan membersihkan sungai serta saluran air,
membangun lebih banyak hunian vertikal, mengurangi izin
landed houses yang banyak menyita resapan air, membangun dinding laut penahan rob dan sebagainya.
"Semua
konsep itu nilai ekonomi dan ekologisnya tinggi. Tapi kerjasama antar
kita yang sangat minim," tutup Wakil Ketua Umum PAN ini.
(dru/dnl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar